|

Satgas USK Berhasil Menembus Isolasi Bergang: Mapala Leuser Jadi Penolong Pertama Warga Terdampak Senyar

Penyerahan Bantuan untuk Warga Terdampak Senyar di Desa Bergang, Aceh Tengah

Bergang, Aceh Tengah, 4 Desember 2025.

Di tengah hujan yang tak kunjung berhenti dan jalan yang runtuh di banyak titik, sekelompok mahasiswa pecinta alam dari UKM Mapala Leuser Universitas Syiah Kuala (USK) akhirnya menjadi pihak pertama yang berhasil mencapai Desa Bergang, Kecamatan Ketol—sebuah desa yang sepenuhnya terisolasi sejak Badai Senyar menerjang. Bantuan pertama yang mereka bawa tiba pada Rabu (3/12) dan disambut oleh warga dengan mata basah dan suara bergetar.

Penyerahan bantuan pertama dari tim Mapala Leuser kepada warga Desa Bergang, salah satu desa yang terisolasi akibat Badai Senyar. Bantuan ini tiba setelah perjalanan panjang melalui jalur ekstrem, membawa harapan bagi warga yang belum menerima suplai apa pun sejak 26 November

Ini satu-satunya bantuan yang masuk,” ujar seorang warga sembari menahan haru, mewakili perasaan seluruh penduduk yang sudah berhari-hari bertahan tanpa suplai apa pun.

Bagi masyarakat Bergang, kedatangan Mapala Leuser bukan sekadar pengiriman bantuan, tetapi juga tanda bahwa mereka belum dilupakan. Para relawan datang membawa logistik secukupnya, tetapi yang lebih berarti adalah harapan, kabar dari luar, dan tangan-tangan kuat yang mampu menuntun warga menyeberangi jembatan gantung yang menjadi akses terakhir untuk keluar dari desa itu.

Perjalanan Panjang dari KM 60: Antara Gelap, Lumpur, dan Tekad

Menembus Bergang bukanlah tugas yang bisa dicapai dalam satu langkah. Perjalanan dimulai dari Tepin Mane, tempat tim harus menyeberangi jembatan putus menggunakan sling yang mereka bangun sendiri. Setelah itu, perjalanan dilanjutkan dengan ojek ekstrem yang masih beroperasi di jalur berlumpur menuju KM 60—dengan tarif berkisar Rp150.000 hingga Rp200.000 per orang—karena itu satu-satunya moda transportasi yang masih mungkin lewat.

Namun perjalanan tidak selalu berjalan sesuai rencana. Pada Selasa malam (2/12), setelah berhasil mengambil logistik di KM 60, tim terpaksa menghentikan perjalanan kembali ke Bergang. Hujan deras, jalan licin, dan gelap pekat membuat medan tidak lagi aman. Mereka bersama warga memilih bermalam di Desa Ronga-ronga untuk menghindari risiko perjalanan di malam hari.

Kalau dipaksakan malam itu, kami mungkin tidak selamat,” kata salah satu anggota Mapala.

Keesokan harinya, logistik kembali diangkut—kali ini dengan lebih banyak kehati-hatian. Tim harus melintasi jembatan terputus, menyeberangi tenge besi yang menjadi pijakan sementara, merayap melewati empat titik longsor, dan akhirnya kembali tiba di jembatan gantung Bergang, satu-satunya jalur masuk ke desa. Perjalanan dari Tepin Mane ke Bergang menggabungkan motor dan jalan kaki sejauh hampir 80 kilometer, menghabiskan waktu hampir dua jam di medan yang penuh lumpur dan risiko.

Evakuasi Warga Rentan: Dari Tunanetra Hingga Balita

Selain menyalurkan bantuan, Mapala Leuser juga menjalankan misi kemanusiaan yang lebih berat: mengevakuasi warga kelompok rentan yang terjebak di desa. Pada Selasa (2/12), seorang anggota Mapala yang berhasil lebih dulu mencapai Bergang langsung membantu mengevakuasi tiga warga. Mereka adalah seorang pria tunanetra yang hanya memiliki satu tangan dan dua ibu hamil. Dengan memanfaatkan sit harness sebagai pengaman, mereka dituntun menyeberangi jembatan gantung dan dibawa menuju Lampahan, Bener Meriah.

Hari berikutnya menjadi momen paling emosional. Enam warga lainnya—tiga lansia berusia di atas 60 tahun, seorang ibu hamil, dan dua balita—berhasil dievakuasi dengan penuh kehati-hatian. Setiap langkah di jembatan goyang itu diiringi instruksi lembut dan pegangan yang kuat. Seorang ibu hamil yang dievakuasi sempat menangis saat tiba di seberang jembatan.

Terima kasih, Nak… kalau bukan kalian, kami tak tahu bagaimana keluar,” ujarnya pelan.

Bantuan yang Dinanti: Harapan Baru dari Jalan yang Hampir Terputus

Bagi warga Bergang, kedatangan Mapala Leuser adalah titik terang setelah hampir seminggu hidup dalam ketidakpastian. Desa itu terputus dari dunia luar. Tidak ada sinyal, tidak ada transportasi, dan tidak ada bantuan. Mereka hanya bisa bertahan dengan persediaan yang semakin menipis.

Warga Bergang di Aceh Tengah telah menerima Bantuan dari tim Mapala Leuser

Suara langkah para relawan di jalan berlumpur dianggap sebagai tanda bahwa dunia di luar sana masih peduli. Bantuan yang mereka bawa mungkin tidak banyak, tetapi cukup untuk menghidupkan kembali semangat bertahan warga dan meyakinkan bahwa mereka tidak dibiarkan menghadapi bencana sendirian.

Satgas USK: “Kerja Lapangan Mapala Leuser Adalah Teladan Kolaborasi

Satgas USK Respons Senyar memberikan apresiasi mendalam atas keberanian dan ketangguhan Mapala Leuser dalam menjalankan misi kemanusiaan di wilayah yang sulit dijangkau tersebut.

Upaya mereka menunjukkan bagaimana relawan mahasiswa berperan nyata dalam operasi kemanusiaan, terutama di wilayah yang sulit dijangkau,” ujar ketua Satgas, Prof. Syamsidik.

Misi ini menjadi contoh nyata bagaimana kolaborasi antarunit, institusi pendidikan, dan masyarakat dapat memperkuat respons bencana, terutama pada situasi ekstrem pasca-Badai Senyar.

Informasi resmi, pembaruan kegiatan, dan laporan distribusi bantuan dapat diakses melalui senyar-aceh.usk.ac.id dan Instagram @senyaracehusk. Dukungan masyarakat dapat disalurkan melalui BSI 7099400409 a.n. Rumah Amal USK. Posko Utama Satgas USK untuk Respons Senyar Aceh beroperasi di Gedung TDMRC USK, Call Center 0851-2229-6004.

Similar Posts